Semenjak
kuliah, hanya 2 kali pernah merasakan puasa Ramadhan di perantauan. Tahun
pertama dan tahun terakhir kuliah. Kenapa? Karena 2 tahun sisanya merupakan
tahun bersejarah, di mana Covid eksis dan segalanya jadi berubah. Tidak ada
kumpul-kumpul dan semacamnya yang melibatkan kedekatan fisik saat bersosial.
Semua terpantau dikerjakan di rumah, mulai dari hal remeh - temeh sampai ke
level kegiatan yang rumit. Untuk mahasiswa tertentu, saya contohnya. Praktikum
pun dilakukan di rumah. Praktikum-ambil data-olah data dan pengumpulan, begitu
saja looping di setiap minggunya.
Tahun
ini, pertama kalinya juga ada hujan di bulan puasa, bahkan sepertinya tiada
hari tanpa hujan. Padahal sudah memasuki bulan April. Di awal hari memang
terang - benderang, namun jika sudah memasuki tengah hari, langit jadi gelap
gulita karena tertutup dengan awan yang bergumpal-gumpal. Jika sudah begitu, tidak
perlu menunggu waktu lama, tiba -tiba hujan datang seperti ditumpahkan. Basah
semua, banjir di mana-mana. Sampai-sampai, air di rumah kosan berubah menjadi
kopi susu (alias buthek). Itu sudah berlangsung sekitar 2-3 hari ke belakang
dan kemungkinan akan seperti itu hingga kurun waktu yang tidak dapat ditentukan.
"Pagi Kering - Mendung Gelap - sore/malam hujan gedhe " 7 hari terbentuk pattern seperti itu. Lama-lama jadi terbiasa untuk menghitung dan memprediksi bagaimana sikon cuaca setiap harinya. Mulai terbiasa memantau weather forcast, planning jadwal keberangkatan dan kepulangan ke kampus, dan all the time terbiasa buat bawa-bawa payung ke mana pun, sebagai perlindungan andalan. Spek wajib yang tidak bisa ditawar, apalagi untuk orang yang hampir 80% lebih sering jalan kaki waktu mobilitas di luar.
Hujannya juga cukup moody , tiba-tiba turun dengan
derasnya seperti air yang sengaja diguyurkan, kadang hanya rintik-rintik kecil
yang cukup awet, atau seperti sekarang ini (20.59 WIB) dari siang tadi hujan
lebat sekali, menjelang magrib mereda. Tetapi merintik lagi lalu berhenti,
terus seperti itu saja. Agak sedikit membingungkan.
Saya dan
hujan, hubungan kami seperti love and hate relationship. Tidak ada dicari, tapi
ketika ada malah dimaki (🤭). Saya
suka hujan, tapi juga takut ketika datangnya terlalu mendadak dan debitnya
terlalu lebay. Rintik hujan cenderung menenangkan, entah kenapa memberikan
sensasi keddekatan dengan diri sendiri dan alam. Banyak hal yang asik untuk
direnungkan kala hujan datang.
Musim hujan di tengah bulan puasa sesungguhnya menjadi tantangan tersendiri ketika juga harus melakukan aktivitas di luar ruang. Apalagi saat sekarang satu-persatu kegiatan sudah dilakukan secara normal, otomatis tubuh juga dipaksa untuk bergerak kembali setelah 2 tahun hanya berdiam diri, atau paling tidak sudah terlanjur terbiasa untuk melakukan pekerjaan yang ringan.
Lantas,
dalam waktu bersamaan juga harus menciptakan pola kebiasan baru selama 30 hari
mendatang. Bangun sahur, puasa dengan perut kosong seharian, iftar dan tarawih.
Jika pada rutinitas sebelumnya bisa saja mengerjakan banyak hal di waktu awal,
di bulan Ramadhan akan berbeda pastinya, mau tidak mau harus memundurkan waktu
untuk menyelesaikan perintilan-perintilan yang sudah terjadwal di petang hari.
Otomatis jam tidur juga ikut-ikutan ngaret. Dan kalau sedang apes, waktu sahur
untuk esoknya akan terlewat begitu saja. Beruntung punya tetangga kosan yang
mau direpotkan untuk menggedor kamar tiap harinya. Hitung-hitung pengganti
alarm ibu.
Mungkin,
tantangan yang paling nyata untuk kedepannya adalah resiko badan ambruk karena
cuaca dan kelelahan. Tapi semoga tidak :’).
Well,
semoga untuk sekarang dan ke depannya kita semua bisa menjalankan ibadah puasa
tanpa kendala yang berarti dan lebih focus lagi untuk beribadah, Aaamiiin
(Reminder untuk diri sendiri, lebih tepatnya).
Tetap focus dan selalu sisihkan waktu untuk melakukan hal yang paling disukai, toh tidak ada ruginya. Don'f forget to be happy and stay healthy!
0 comments