Panasnya Lingkungan dan Pembangunan!

Hey buddy, how long has it been?

Lama banget tidak menyapa. I ain't gonna forget to say Taqobalallahu minna wa minkum, taqabbal ya kariin. Minal aidzin wal fa idzin. Mohon maaf lahir batin semuanya, semoga bisa lagi berjumpa di Ramadhan tahun depan. Aaamiin.

Buy the way...

Bumi makin lama kok ya makin panas. Ga karu-karuan panasnya!!! Semakin ke timur Indonesia makin ga ketulungan. Same with me, lama hidup di Bandung dan terbiasa dengan cuacanya jadi bikin uring-uringan sendiri ketika harus tinggal di Sidoarjo.

SUMUK PARAH!

Tidak sanggup membayangkan bagaimana dunia ini 10 atau 20 tahun mendatang, ga perlu nunggu 50 tahun deh untuk merasakan perubahan panasnya yang semakin membahana. Jangka waktu 5 tahun saja sudah membuat suhu udara bumi meningkat rata-rata 1 derajat lebih. Dulu di pertengahan 2018 pertama kalinya aku ke Bandung, aku masih sempat merasakan bagaimana mengawali pagi dengan suhu mencapai 14 derajat. Sekarang mungkin sedingin-dinginnya cuma 19 derajat, itu di kawasan asrama. Kalau di daerah agak ke bawah sedikit sekitar 24-25 derajat, tapi seringkali 25-27 derajat.

Lalu, di jawa tengah juga sama. Dulu Purworejo, kampung halamanku adalah kota favoritku karena dinginnya. Di sana masih asri, banyak pohon besar untuk bernaung dan tanaman-tanaman hijau yang membuat badan jadi lebih segar apalagi waktu pagi. Terapi paru-paru! Istilah yang aku pakai. Kalau sekarang kondisinya sudah jauh berbeda. Terakhir kali waktu mudik kemarin, cuacanya gerah sekali. Kipas angin yang dulunya cuma jadi pajangan, akhirnya berfungsi juga.

Pemanasan global memang sungguh ancaman nyata loh, ferguso!

Memang tidak bisa ditampik dengan ancaman pemanasan global dan merembet ke perubahan iklim. Jujur aku takut dan kadang kala bertanya-tanya, bisa tidak ya bumi kita terselamatkan sebab kekompleksan yang ada. Sebetulnya persoalannya sederhana, tapi manusianya saja yang mempersulitnya. Cukup untuk ga usah serakah dan bersikap secukupnya saja. Kayanya mindset orang dulu dan sekarang, perihal konsep “rasa cukup” memang berbeda. Manusia sekarang sungguh kompleks, jadilah bumi pun dibuatnya ikut kompleks. Konsumtif, adu gengsi, dan tidak pernah mau kalah!

Kemarin waktu mudik pulang dari kampung, aku cuma mikir supaya tetap bisa selamat dan masih bisa merasakan sejuknya udara serta dinginnya cuaca. Bagaimana tidak? Aku kepikiran bahwa di wilayah Jawa saja sudah dibangun berkilo-kilo meter jalan tol lengkap dengan rest area.

Lalu pertanyaannya? Seberapa luas lahan hijau yang dipakai? Berapa banyak pohon yang ditumbangkan? Berapa banyak bukit yang digunduli dan dibelah? Apakah sudah ada kebijakan untuk penghijauan dan bagaimana realisasinya serta butuh berapa lama untuk menunggu?

Ya, memang jika ditarik selama 10 tahun ke belakang, laju pembangunan di Indonesia (mungkin dunia juga ikutan), dan perekonomian juga pada akhirnya pasti ikut lebih merata. Tapi side effectnya adalah akhirnya lingkungan harus membayar mahal.  Pembangunan nyatanya memang akan linear dengan deforestasi dan alih fungsi lahan hijau. Bukan rahasia lagi, bahkan sudah sejak abad lampau. Dahulu kerajaan-kerajaan yang hendak kerjaan pendudukan di suatu wilayah maka akan melakukan pembukaan lahan “babat alas”. Bedanya, dulu dilakukan secukupnya dan teknologi seadanya, sangatlah ramah lingkungan. Sementara di zaman sekarang, teknologi yang dipakai saja sudah memberikan emisi di mana-mana. Jadi teringat kemarin waktu diberi kesempatan untuk discuss langsung dengan owner perusahaan Motrita St. Kami bercakap-cakap, sebelum drama kebodohan yang aku buat. Tali tasku tersangkut di roda kursi. Malunya, setengah mati! Untuk bapaknya baik, mau bantu.

Beliau alumnus ITB, bercerita bahwa beliau merupakan penggiat lingkungan, kalau tidak salah fokus kegiatannya mirip dengan Pratisara Bumi. Menurut beliau, kebanyakan kebijakan pemerintah memang belum ada yang pro dengan lingkungan, termasuk persoalan pembangunan. Selain karena biaya juga harus mengatribusi banyak pihak. Ya tapi mau bagaimana lagi, jika tidak berusaha untuk diwujudkan dan diperjuangankan apa kabar kabar nantinya nasib bumi ini?

Itu tadi persoalan pembangunan yang menjadi sumbangsih makin panasnya bumi. Di tambah lagi kemajuan teknologi bahan bakar dan mesin. Seperti kemari nada berapa juta mobil tuan dan puan yang menjeler panjang membentuk barisan panjang di jalanan tol. Mirisnya aku adalah salah satunya. Kapan ya ada kebijakan terkait dengan pembatasan penggunaan kendaraan bermotor, supaya lebih terlihat concrete? Seperti di negara Jepang atau Singapura. Boleh ga si pindah ke Jepang yang ada bunga sakuranya itu? (tapi ga bisa bahasanya ☹).

Terlepas itu dari semuanya. I hope so 😌Semoga masih banyak di antara kita yang punya awareness tentang lingkungan kita dan bumi. Semoga pemerintah kita cukup bijaksana untuk menciptakan kebijakan baru yang pro-lingkungan. Paling tidak ada blueprint terkait wilayah untuk pembangunan jangka pangjang yang bisa jadi dasaran untuk program lingkungan sebelum, saat, dan setelah dilakukan pembangunan. Bumi dan manusia adalah suatu keselarasan dalam harmoni! Perlu dan sangat patut untuk diperjuangkan oleh semuanya.

Apapun itu masih ditunggu ya bapak ibu!!!

(05/05/2023)

Enjoy the day, guys. Stay happy and Healthy!

#Bumisehat#EnvironmentalIssue#EnvironmentalAwareness#Pemanasanglobal#PratisaraBumi

 

 


You Might Also Like

1 comments