5 Stage of Acceptance in any Condition - Human (Part 1)
- May 05, 2023
- By Travelianew
- 0 Comments
Are you human?
Can you feel something or not?
Aren’t you sad or mad on worst
situation?
Biar aku bantu jawab.
PASTI PERNAH!
Sebagai seorang manusia yang
memang dikaruniai perasaan tidak cuma akal, tentu pernah mengalami fase-fase
terpuruk. Sedih? Terpuruk? Mati rasa? Hancur? Depresi? Demot? Kecewa? Kedukaan?
dan another next level negative emotion. Manusia tak dapat menampik itu.
Tapi seperti itu hidup. Kalau
tidak pernah merasakan sedih, mana pernah merasakan senang atau bahagia. Up
and down dalam hidup akan selalu ada, bahkan seiring beranjak dewasa pun
intensitasnya akan berbeda – beda. Tidak sama untuk satu dengan yang lainnya.
Penting sekali untuk untuk
memaknai setiap kejadian di dalam hidup, walapun itu pahit. Tidak cukup sampai
di situ saja. Perlu juga mengenali pola-pola kejadian demi kejadian yang pernah
terjadi. Bagaimana cara menerima dan meresapinya? Bagaimana cara memberikan
respon pada peristiwa tersebut? Bagaimana cara berdamai dengan persoalan?
Pola-pola seperti itu hanya bisa
dikenali oleh diri sendiri. Sulit tapi tidak ada salahnya apabila dicoba. Bisa
jadi di masa mendatang akan menghadapi persoalan serupa. Bedanya, aku atau pun
kamu sudah lebih siap sehingga bisa mengambil keputusan untuk take suitable
action dengan risiko yang minimum, supaya tidak perlu buang-buang energi
untuk tenggalam dalam persoalan dan overthinking ga jelas.
…
***
Manusia dan Perasaannya
Baik aku dan kamu sangat siap
untuk mendengar kabar baik, tidak peduli bagaimana situasi dan kondisinya.
Sebaliknya? Tidak akan benar-benar bersedia untuk menerima kabar tidak
mengenakkan, sekalipun sudah mempersiapkannya sebaik mungkin. Sementara,
seringkali berita-berita tidak mengenakkanlah yang acap kali terjadi secara
mendadak tanpa disertai pertanda.
Pagi yang indah di awal hari,
bisa seketika terasa menjadi teramat buruk ketika mendadak di tengah perjalanan
menuju kantor dikejutkan dengan peristiwa tabrakan antar ibu-ibu random yang
tidak patuh lalu lintas, atau di tengah jalan tiba-tiba diberi kabar bahwa anak
sakit. Lalu, bisa jadi mendapatkan telepon mendadak dari atasan di kantor,
perkara pekerjaan yang tidak beres.
Atau contoh lainnya, seperti
bencana yang beberapa waktu lalu menimpa penduduk Turki yang masih jelas
terngiah diingatan. Siapa sangka malam di mana orang tengah sibuk bergelung di
balik selimut, sekejap menjadi malam paling mengerikan sepanjang sejarah. Gempa
Bumi yang datang secara tiba-tiba, tanpa ada peringatan sebelumnya. Momen
tersebut akan menjadi duka dan trauma berkepanjangan bagi penduduk Turki.
Bagaimana mereka memberikan
respon atas peristiwa-peristiwa tersebut?
Beberapa di antaranya merasa
terkejut, mati rasa, khawatir berkepanjangan, merasa bersalah, berandai-andai
dan menganggap bahwa harusnya peristiwa itu tidak terjadi, rasa sedih, menangis
histeris, merasa hampa dan sendirian, dan lain sebagiannya.
Lantas, berapa lamakah mereka
bisa berdamai dengan keadaan? berdamai dengan diri mereka sendiri?
Jawabannya, tidak pasti! Ada
yang butuh waktu sehari, seminggu, bahkan bertahun tahun. Sebab proses
penerimaan diri (grieving process) setiap manusia itu berbeda.
Mungkin beberapa di antara kamu
merasa penasaran dengan alasan dibaliknya.
...
Faktor yang Mempengaruhi Grieving
Process
Proses penerimaan tiap orang akan
berbeda, pun dengan cara mereka memberikan respon terkait berita tidak baik
yang diterima. Jadi, baik aku atau kamu tidak punya kewenangan untuk menilai,
mencemooh atau memaksakan emosi yang menjadi bagian dari seseorang di sekitar.
Termasuk orang terdekat sekalipun, tetap tidak berhak.
Mereka butuh waktu.
Terkadang ada kondisi di mana atau
kamu mempunyai sikap dan sudut pandang yang berbeda terkait dengan proses
penerimaan diri.
Perbedaan tersebut didasarkan oleh faktor tertentu, di antaranya :
- Faktor personal (internal) berkaitan dengan level resilien, kemampuan menajemen dan kontrol emosi, seberapa besar arti sebuah kehilangan, dan orang-orang dekat yang mengiringi proses bertumbuh.
- Faktor budaya dan adat istiadat berkaitan dengan aturan dan norma yang berlaku di lingkungan tempat dibesarkan. Budaya yang berbeda tentu punya aturan dan tradisi yang berbeda. Contoh bagi kita orang berbudaya Timur ketika mendengar “hamil sebelum menikah” merupakan persoalan tabu. Sementara, bagi orang Barat sana menganggap hal tersebut sebagai suatu hal yang lumrah dan bukan menjadi masalah besar.
- Faktor situasional menyangkut waktu dan situasi kejadian. Contohnya insiden kecelakan yang membuat seseorang merasakan kehilangan secara mendadak. Atau kejadian tragis yang sebenarnya sudah berusaha diminamilisir dampaknya, seperti banjir yang menenggelamkan seluruh kota.
- Faktor traumatis berkaitan dengan pengalaman di masa lalu yang menyakitkan dan teramat berbekas, sehingga berpengaruh terhadap kontrol diri. Contohnya kehilangan orang yang dicintai, hak, kontrol diri, social support, dll.
***
(16/02/2023)
Enjoy the day, guys. Stay Happy and Healthy!
#Human#Berdamaidengandiri#GrievingProcess#5Stage of Acceptance
0 comments