Menghilang dari Dunia MaBar

Hi hi, sedikit berbagai cerita buat kalian yang lagi mengalami masa – masa jadi MaBar. Ga begitu terasa ternyata sudah hampir lulus aja. Yups, 4 tahun lalu tepatnya Juli 2018 awal banget diperkenalkan dengan ITB sekaligus menjadi momen pertama kali menginjakkan kaki di tanah pasundan ini. 1 1/2 tahun yang berharga, lalu dipotong dengan 1 1/2 tahun menjadi pelajar Corona :), dan tersisalah beberapa bulan ke depan ini. Tidak apa, toh setidaknya pernah merasakan euforia menjadi MaBar yang sesungguhnya, beserta seluruh rangkaian prosesinya yang kalo dulu mungkin terkesan agak membosankan.

Kita coba menarik waktu ke masa-masa itu, 7 Agustus 2018. Aku juga teman – teman seangkatan mengikuti yang namanya upacara pengesahan mahasiswa baru, tapi di ITB disebutnya Sidang Terbuka PMB S1 2018. Beruntung sekali dan sekaligus masih tidak menyangka, karena d iantara sekian ribu siswa yang berduyun – duyun mengikuti seleksi MaBar ITB ini, seorang AKH jadi satu di antaranya. Bersyukur dan tidak terbayangkan sekali.

Gedung Sabuga - 7 Agustus 2018 

Hari itu jatuh pada hari Senin, semua MaBar sudah harus stand by di Gedung Sabuga ITB (Sasana Budaya Ganesha) paling telat jam 7 tet. Udah di situ kalian bisa bayangkan, cuaca Bandng lagi dingin – dinginnya coy apalagi direntang jam 4 sampe 7 pagi (berrrrrrr), beda banget dengan Bandung yang sekarang - PANAS. Bangun pagi si ga masalah, yang jadi masalah adalah effort untuk mandi pagi. Ketika di Sidoarjo mungkin bakal ngerasa biasa aja ketika mandi kapanpun itu, bahkan antara mandi dan ga mandi sama saja, di sini beda. Akan berfikir berulang kali hanya untuk mandi, bahkan ada juga yang akhirnya nekat ga mandi gengs, sangking dinginnya air waktu kena kulit, rasanya kaya ditusuk –tusuk. Buat yang alergi dingin, agaknya akan jadi siksaan pedih.

Tapi salutnya untuk beberapa orang, dengan skill adaptasi singkat mereka tetep bisa mandi, meski mandi bebek dan sambil menari-nari. Nah, dari sini aku udah mulai buat mengendalikan diri sendiri untukt berkomitmen, dalam hati "kira – kira bisa ga kaya mereka yang bisa memanange waktu dengan super wao juga disiplin tingkat dewa". Dan syukurnya sampai sekarang konsisten sih, tapi khusus untuk konteks mandi dan bebersih. Padahal klo di Sidoarjo boro – boro, jangankan mandi pagi, bangun pagi aja sudah sangat bersyukur. 

Waktu itu, belum genap seminggu di Bandung, tapi aku udah cukup ter-Influence dengan mahasiswa lainnya. Mereka terkesan udah kaya bener – bener manusia super, keliatan banget klo mereka adalah orang – orang yang memiliki semangat juang yang tinggi dan mental yang ditempa dengan sungguh – sungguh. Meanwhile saya apalah atuh. Tapi ya itu, pada akhirnya bisa belajar banyak dari mereka, saling menghargai dan mensupport masing – masing - Toleransi.

Lanjut gengs, jadi karena sidangnya dimulai pagi. Aku juga ikutan bangun pagi sekitar jam 4 subuh (terpaksa sih), bayangkan dinginnya. Seperti kebanyakan penghuni asrama, aku harus rela berjalan kurang lebih 2,5 km lah dari Asrama Sangkuriang ke Sabuga, menerobos dingin. Jalan bareng – bareng dengan tempo super cepat karna takut telat, kerasa ambisnya buat tepat waktu wkwkwkwk.

Acara di Sabuga berlangsung cukup hikmat karena sehari sebelumnya kami udah prepare dengan gladi bersih. Seru, apalagi saat itu didatangkan tokoh inspiratif yang sudah berkontribusi untuk bangsa ini selama kurang kebih 25 tahun dengan menjadi seorang atlet bulu tangkis internasional, yup Taufik Hidayat. Woy, kapan lagi coba bisa liat langsung walaupun tetap dari jauh si. Tapi ga apa, tetep terasa vibesnya. Beliau banyak memaparkan proses –proses yang dilaluinnya hingga menjadi seperti sekarang. Bagaimana beliau menghadapi tiap – tiap hambatan. Dan jawabannya lagi- lagi adalah dengan komitmen yang kuat, manejemen waktu yang baik, serta disiplin terus konsisten, udah gitu aja. Tapi, do’a juga jangan lupa wkwk.  Sangat menginspirasi sekali, khususnya bagi adik – adik juga maba – maba yang terkadang dilema antara ingin menonjolkan kemampuannya dibidang olah raga atau akademik. Setelah dipikir – pikir, tidak perlu mengorbankan salah satunya, kalau bisa dua – duanya kenapa tidak gitu lho??? 


Balik lagi ke manajemen waktunya dong, dimana kita bisa mengatur kapan part waktu untuk belajar, latihan, main, dan lain – lain. Waluapun nyatanya akan cenderung condong ke salah satunya. Dan aku pribadi merasakan ketika harus paralel antara sekolah dengan latihan karate yang cukup menguras tenaga dan pikiran. Teori dong mah gampang, coba praktiknya - Puyeng.

Di hari keduannya masih sama, ada talks show yang diisi oleh tokoh penggagas bangsa di era ini. Pertama ada Bapak Agum Gemelar seorang Purnawirawan, yang mendedikasikan dirinya untuk bangsa ini, dan telah diwujudkan secara kongkrit.  Beliau   ini pernah menjabat sebagai mentri Koordinator, ketua umum PSSI,  juga Pguyuban Srimulat. Beuhh kerenn parrs ga tuh. Sangat memukau, hal itu tentunya hanya bisa dilakukan oleh orang – orang yang berkomitmen, karna untuk menjadi orang berhasl tidak hanya butuh pintar saja, sejauh ini disiplin juga turut punya andil. Dan bapak Agum telah membuktikannya. Seminar yang disampaikan, telah menggugah sisi kritis dari para MaBaR.

Terakhir part yang paling aku suka adalah materi yang di sampaikan oleh Herman Kosasih tentang “Bela Negara”. Dulunya aku beranggapan kalo bela negara ya pasti berhubungan dengan kontak fisik. Toh ternyata, itu sangat salah dari persepsi yang bergelayut di kepalaku. Bela negara diawali dengan bagaimana kita bersikap pada diri kita, bagaimana untuk bisa jujur pada diri sendiri, dan fokus. Tidak perlu dengan hal – hal yang besar dalam berkontribusi untuk NKRI, tapi hanya butuh sesuatu yang kecil tapi memiliki dampak yang besar di tengah masyarakat kita yang majeuik ini, dan dapat membuka dan mengubah pola pikir masyarakat sekaligus memiliki kesadaran melakukan upaya bela negara tersebut, demi menyongsong bangsa yang benar –benar merdeka.  Merdeka dimata masyarakatnya dan dunia. Karna justru sering kali kita mengamati bahwa pergolakan yang terjadi justru berasal dari dalam bangsa sendiri, tidak pelu lagi dijelaskan apa itu karna aku sangat  meyakini kalian di luar sana paham. Sudah banyak contonya yang berlalu lalang di berbagai platform media sosial. Dari hal yang kecil dan remeh -temeh ternyata bisa juga ya digoreng menjadi prahara besar yang pada akhirnya menjadi penyebab kesalahpahaman dan berakhir dengan perpecahan. Untuk itu, bagaimana bangsa ini dapat bertempur dengan negara lain kalau, komponennya masih belum bisa bersatu sepenuhnya. Jauh sekali dengan ajaran yang disampaikan waktu belajar PKN dan IPS jaman dulu kala.

Pada akhirnya, adalah masing – masing harus mau menurunkan egonya, supaya tidak merasa paling benar. Toleransi aja sih. Cukup berjalan dengan gotong royong dan penuh keselarasan.
***

[05/05/2022]
Thank you, sudah mampir sejenak!
Stay healthy and happy!

You Might Also Like

0 comments